Feeds:
Posts
Comments

Ketika pertama kali memegang Ugel, salah satu instrumen di gamelan Bali satu-satunya yang terpikir di benak saya adalah ”bagaimana saya bisa memainkan alat yang tampak begitu rumit ini?”.  ketika tangan saya mulai menggerakkan pemukulnya dan mengikuti petunjuk Pak Dewa Berata tiba-tiba saya seperti tersedot kesebuh dimensi yang hanya saya sendiri yang bisa merasakannya. Semua kosmos ini seperti bergerak ke dalam satu irama yang begitu sangat meditatif. Satu persatu alat musik bersaut-sautan dan menembus lorong-lorong paling tersembunyi di sudut hati. Suara itu seperti bercakap-cakap dengan indahnya dan semua begitu sangat apa adanya. Ah benar juga kata guru gamelan saya itu yang meski tampak begitu riang tapi saya tahu dia pasti sebenarnya sangat pemalu dan rendah hati ” Musik dan tari itu seperti suami istri harus saling bisa berkomunikasi. Gamelan itu soal rasa jadi ketika kita mengikuti rasa itu maka semua akan bergerak dengan sendirinya”. Ah lelaki Bali yang sangat hebat!!!

Cudamani Summer Institute day 4

Cudamani Summer Institute day 4

Ketika saya kecil, saya selalu mengagumi ibu dan nenek saya ketika mereka menari. Entah di kepala saya , mereka begitu luar biasa cantiknya dan mereka serasa memiliki dunia mereka sendiri. Dunia hanya milik mereka . Sambil terkantuk-kantuk saya tak  henti2nya selalu menungguin malam-malam ibu saya menari. Kecintaan mereka pada menari selalu mengagumkan saya.Mencintai menari seperti mencintai hidup mereka sendiri.  Ketika Ibu Ketut Arini mengatakan bahwa ” sebelum seorang penari tahu dirinya sendiri  mereka tidak akan pernah menjadi penari yang sesungguhnya” saya jadi mengerti mengapa ibu saya rela membolos ujian akir smpnya demi sebuah lomba tari dimana dia hanya jadi juara harapan saja, tetapi ibu saya bilang masalahnya bukan soal menang atau kalah tapi dia akan jauh lebih menyesal tidak mengikuti lomba itu daripada lulus sekolah dengan nilai terbaik sekalipun. Jadi saya banyak belajar dari para penari-penari hebat itu bahwa kehebatan menari itu bukanlah pada keluwesan gerak dan kelenturan tubuh, tapi lebih pada bagamana seorang penari mampu hidup pada jiwanya dan menggerakkannya pada setiap nafas yang terharmoni pada gerakan tubuhnya. Mungkin cara paling awal kita mencintai semesta kita adalah kita mendengarkan setiap detak yang bergerak di dalam nadi kita dan bunyi detak itu kita gerakkan dalam setiap gerak dalam badan kita

Cudamani Summer Institute day 3

Cudamani Summer Institute day 2

aku sering menggerakkan kakiku ketika ada bunyi, dan tubuhku seperti meronta mengikuti dentam senandungnya.ya menari.aku selalu ingin menari dalam hidupku.menari bersama angin.bersama gesekan daun jatuh.aku mencintai menari seperti aku mencintai nafasku.sudah lama aku tidak menari.hatiku berhenti mendengar detak bunyi.aku ingin menggerakkan lagi hatiku,membuat dendang irama dalam darahku dan meliukkan semua lengan dan kakiku.menari.ya menari bersama langit, bersama tanah, bersama udara dan bersama hidup.aku ingin menari lagi.shall we dance?

Ketika kecil saya pernah ditanya apa cita-cita saya, dengan sangat yakin saya menjawab: Penari. Benar, karena saya selalu menunggui ibu saya menari baik dimanapun. Saya melihat betapa ibu saya sangat menikmati ada di atas pentas dan betapa setiap gerak yang dia lakukan dalam tari adalah dunianya. Jadi ketika beberapa bulan yang lalu diterima di program Cudamani Summer Insitute ini , saya seperti merasa telah melengkapi hutang masa kecil saya. Ya , Menari!

Program Cudamani Summer Insitute ini adalah program yang setiap tahun diadakan oleh group tari bali dan gamelan Cudamani dari Pengosekan , Ubud. Group ini di dunia pertarian international adalah salah satu group papan atas di Bali yang telah mendapat pengakuan dimana-mana. Salah satu kehebatannya, group ini tidak hanya melakukan berbagai inovasi berkesenian oleh guru-guru handalnya seperti Dewa Berata, Emiko Susilo, Bapak Arnawa, Ibu Ketut Arini tapi lebih mengedepankan pengembangan komunitasnya. Jadi tidak heran rumah Emiko setiap harinya seperti balai banjar yang setiap saat selalu dikunjungi oleh para anggota Cudamani, baik untuk berlatih maupun untuk merencankan program-program lainnya.

Hari pertama program , kami semua berkumpul di rumah Emiko. Ada sekitar 20an orang peserta dari Amerika., mulai dari dosen khusus musik hingga murid SMA. Sungguh menyenangkan ketika kami duduk bersama dan mengenal satu sama lainnya. Beberapa di antara peserta ada yang baru pertama kali ke Bali. Jadi mereka tampak sekali begitu riang dan bersemangat layaknya turis2 lain yang baru pertama kali ke Bali dan mengalami eforia tentang keindahan Bali. Jam 3 sore , kami semua berangkat ke Art Centre untuk menyaksikan pertunjukan Cudamani yang kebetulan malam itu diundang oleh Bali Art Festival untuk melakukan pagelaran gamelan perempuan. Sebelum pertunjukan dimulai kami mendapat satu kelas  tentang penjelasan apa itu Bali Art Festival bersama bapak Prof Wayan Dibia, rektor ISI Denpasar . Kemudian beliau mengajak keliling isi Art Centre tersebut. Adapun pertunjukannya sendiri sangat amat memukau. Komposisi yang dimainkan Cudamani benar-benar tak terduga. Bapak Arnawa yang menjadi komposernya benar-benar sangat luar biasa. Beliau membuat komposisi-komposisi yang sangat amat tak tertebak harmonisasinya. Mungkin kalau buat para penggemar musik jazz seperti komposisinya Chick Corea yang accordnya selalu setengah sinting itu. Hal yang selalu dalam ingatan saya ketika terkantuk-kantuk di perjalanan pulang, alam semesta ini begitu hebatnya dengan menciptakan tanah dimana setiap hal yang tumbuh di atasnya merupakan keindahan yang setiap saat berisi persembahan kepada Kekuatan paling Tinggi atas Hidup.